Tondano, PALAKAT.id – Masyarakat adat adalah suatu kelompok yang sampai hari ini terus memperjuangkan hak-haknya dari gerusan modernisasi dan dari kepentingan parat elit yang tujuannya merusak atau pun mengeksploitasi alam.
Di negara manapun, perjuangan untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarkat adat memiliki prinsip yang sama, kebersamaan dan solidaritas.
Peringati hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara (Sulut), bekerja sama dengan Makatana Minahasa, dan Cultural Survival menggelar kegiatan forum diskusi, untuk membahas strategi dan langkah-langkah pelestarian bahasa daerah, demi kelanjutan kekayaan khazanah budaya Minahasa, dan sebagai identitas dari masyarakat adat Minahasa. Acara ini bertempat di Benteng Moraya Tondano, Rabu (8/8/2023).
Tema yang diisung kali ini adalah “Pemuda Adat Sebagai Agen Perubahan Untuk Penentuan Nasib Sendiri” yang bertujuan untuk membina para pemuda-pemuda adat memiliki kapasitas atau kemampuan sebagai motor penggerak gerakan masyarakat adat di wilayah adatnya sendiri.
Acara ini diawali dengan ritual Minahasa yang dipimpin oleh Tonaas Rintoh Taroreh di watu panimbe yang tak jauh dari tempat kegiatan.
Tonaas Taroreh menjelaskan watu panimbe sendiri adalah satu penanda peradaban di wilayah yang kemudian disebut hari ini minawanua.
“Watu panimbe adalah penanda berdirinya pemukiman baru khususnya di pakasaan toulour. Watu ini adalah sebagai penanda peradaban zaman pun sebagai saksi peristiwa heroik yang pernah terjadi di masa silam dulu,” jelas Tonaas.
Usai menggelar ritual memohon perkenanan yang kuasa dan leluhur untuk jalannya proses kegiatan, perwakilan adat di Minahasa juga turut memberikan orasi budaya baik dari tua-tua adat Bantik, Tolour dan Tonsea yang masing-masing diantara mereka menggunakan bahasa daerah.
Diketahui, entik Minahasa sendiri memiliki dua bahasa daerah yang penuturnya paling sedikit di dunia, yakni bahasa Ponosakan dan bahasa Pasan, dan sudah memiliki status hampir punah.
Khusus bahasa Ponosakan memiliki empat penutur yang tersisa per November 2014.
Usai kegiatan di watu panimbe, para peserta langsung diarahkan menuju aula untuk melanjutkan kegiatan diskusi budaya.(nli)