Manado, PALAKAT.id – Dua calon terpilih Indra Liempepas dan Christovel Liempepas dari Partai Gerindra seakan terus mendapat intimidasi dengan berbagai dugaan laporan pelanggaran pemilu.
Padahal, kedua bersaudara tersebut jelas-jelas telah dipilih berdasarkan hati nurani dari masyarakat Sulawesi Utara.
Namun hal tersebut seakan tidak mendapat restu dari beberapa oknum yang ingin menjatuhkan 2 politisi muda tersebut.
Hal tersebut bisa terlihat dari laporan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Manado soal pelanggaran pemilu yang diduga terjadi pada 11 Februari lalu.
Namun anehnya, registrasi yang dilakukan oleh Bawaslu Manado dinilai telah kadaluwarsa karena sudah melewati batas hari untuk pengaduan.
Seharusnya, jika memang benar terjadi dugaan pelanggaran pemilu harus dilaporkan secepatnya paling lama 7 hari.
Kedua politisi muda itupun dengan keberatan melayangkan surat agar supaya Bawaslu melihat kasus ini dengan seadil-adilnya.
Adapun, kedua politisi yang terpilih secara sah itu telah melayangkan surat permohonan pembatalan laporan dugaan pelanggaran pemilu dengan isi sebagai berikut.
“Fiat Justitia, kami mendahului surat ini dengan ‘hendaknya keadilan ditegakkan’ agar supaya benar-benar Ketua dan Anggota Bawaslu RI, Bawaslu Sulawesi Utara, Bawaslu Manado melihat perkara yang dilaporkan ini dengan adil, seadil-adilnya. Berdasarkan Surat undangan klarifikasi di Bawaslu Manado yang dilayangkan kepada kami berdua Indra dan Christovel Liempepas selaku Calon Anggota Dewan dari Partai Gerindra atas dugaan pelanggaran pemilu dimana kejadian yang terjadi pada tanggal 11 Februari 2024 seharusnya tidak bisa diregistrasi atau tidak diterima oleh BAWASLU RI dan Bawaslu Kota Manado karena tidak terpenuhi syarat formal, pasalnya:
1. Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan umum pasal 8 ayat (1) berbunyi “Laporan disampaikan oleh pelapor pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.” Kemudian selanjutnya pada ayat (3) tertera bahwa “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dugaan Pelanggaran Pemilu.”
2. Dimana pasal 1 dan pasal 3 adalah bagian yang tidak terpisahkan, ada frasa “pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu” yang tidak bisa dipisahkan dari pasal 3 tersebut bahwa laporan tersebut harus disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dugaan Pelanggaran Pemilu.
3. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024 pada pasal 3 menyebutkan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dimana, meliputi: a. Perencanaan Program dan Anggaran serta Penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; b. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar pemilih; c. Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; d. Penetapan Peserta Pemilu; e. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; f. Pencalonan presiden dan wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota; g. Masa Kampanye Pemilu; h. Masa Tenang; i. Pemungutan dan penghitungan suara; j. Penetapan hasil pemilu; dan k. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota.
4. Bahwa pada pasal 5 PKPU Nomor 3 tahun 2022 tertulis, tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan PKPU Nomor 3 tahun 2022. Dimana pada lampiran PKPU Nomor 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 pada:
– Angka 7 Masa Kampanye Pemilu, jadwal awal Selasa, 28 November 2023 dan Berakhir pada Sabtu, 10 Februari 2024
– Angka 8 Masa Tenang, jadwal awal Minggu, 11 Februari 2024 dan berakhir pada Selasa, 13 Februari 2024.
– Angka 9, huruf a. Pemungutan Suara pada Rabu, 14 Februari 2024.
5. Maka berdasarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum serta PKPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 harusnya laporan terhadap kami sudah tidak memenuhi syarat Formal sebagaimana tercantum dalam Perbawaslu Nomor 7 tahun 2022 pasal 2 huruf a dan 3 huruf c. dimana pada tanggal 11 Februari 2024 adalah Tahapan Masa Tenang bila Kembali pada Perbawaslu 7 ayat 1 “Laporan disampaikan oleh pelapor pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.” dan ayat 3 “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 7 (hari) sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran pemilu.” Dimana pelapor harusnya melaporkan dugaan pelanggaran pemilu paling lama 7 hari sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran pemilu pada setiap tahapan (maknai ayat 1) dan bukan pada setiap saat sejak diketahui.
Karena apabila menurut hemat kami bahwa kesalahan tafsir seperti ini terus dimaknai seperti ini maka tahapan pemilu akan kacau dalam penerimaan laporan dimana setiap orang yang adalah WNI/Peserta Pemilu/Pemantau Pemilu bisa saja melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu setiap saat sejak diketahui padahal sudah jauh dari tahapan.
Coba dipikirkan apabila tahapan sudah selesai dan sudah ada pelantikan bahkan sudah berjalannya Amanah yang diemban apakah Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kota akan terus menerima dan meregistrasi laporan tersebut tanpa memperhatikan frasa Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perbawaslu nomor 7 tahun 2022 dibaca kembali “Laporan disampaikan oleh pelapor pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.”
Bawaslu perlu mengkaji dan mempertegas kembali penjelasan pada Perbawaslu 7 tahun 2022 ayat (3) sehingga tidak multitafsir dimana apabila ada laporan kejadian bulan februari 2024 namun sejak diketahui pada bulan Mei tahun 2025 nantinya terkait tindak pidana pemilu dan sudah tidak ada tahapan dimana Sentra Gakkumdu Pemilihan Umum sudah tidak ada karena keterbatasan jangka waktu
sesuai Peraturan Badan Pengawas Pemilu Umum Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2018 Tentang
Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pasal 18 ayat (1) dan (2), lantas bagaimana proses laporan tersebut
akan berlanjut. Maka dengan ini kami mohon kembali agar Laporan ini dibatalkan karena tidak memenuhi syarat formal.
Demikian surat ini kami sampaikan, semoga Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Provinsi Sulawesi Utara, dan Kota Manado dapat benar-benar mengkaji kembali syarat formal dugaan pelanggaran yang dilaporkan serta membatalkan laporan yang telah diregistrasi. Fiat Justitia.”
Tak hanya itu, mereka pun kembali mengusik soal kejadian yang terjadi di salah satu tempat yang katanya ada perkumpulan masyarakat. Padahal hal tersebut telah dibantah oleh Panwas Kecamatan Singkil bahwa tidak ada temuan dalam perkumpulan masyarakat tersebut.
“Kasiang orang so jadi kong dorang bekeng bagini, padahal ada jadi karena torang memang betul-betul pilih,” kata Mariana warga Tuminting.(*)