Minahasa Selatan, PALAKAT.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali berkunjung di Desa Tondei, Kecamatan Motoling Barat, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel). Kunjungan kali ini berkaitan dengan digelarnya ritus Kemi’is Indo’ong dan Mareng lungus tiga leluhur yang ada di desa Tondei, Senin (30/05/2022).
Acara ini diselenggarakan di beberapa tempat, sekira pukul setengah sembilan di Watu Pasela yang biasa disebut oleh penduduk setempat Aer Tondei. Ritus ini diawali dengan sang Walian berdoa kepada yang kuasa memohon berkat dan mendoakan desa Tondei agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif baik sakit penyakit dan lain sebagainya.
Setelahnya, Walian langsung menanamkan tanaman tawaang kemudian beberapa mananombol atau yang mendampinginya mengambil lumut dan diletakannya di atas daun yang biasa disebut warga woka.
Selanjutnya mereka bertolak menuju ke makam salah satu pendiri desa yang bernama Tertius Sual dan melakukan hal yang sama seperti yang dibuat sebelumnya. Setelah selesai, diiringi dengan tambor, mereka menuju ke situs penanda peradaban Desa Tondei yaitu Watu Lutau.
Terjadi juga prosesi yang sama dan diakhiri dengan penanaman tawaang. Akhir dari ritus ini, beberapa orang bersama Walian menuju ke sungai komanga’ang dan menghanyutkan beberapa rumput yang sebelumnya berada di atas lontara sebagai simbolisasi hal-hal negatif di desa telah dihanyutkan.
Peserta lain kemudian membasuh muka di mata air yang tak jauh dari watu lutau dan langsung menuju ke Wale Paliusan Laroma (Lalang Rondor Malesung).
Dalam sambutannya, Minang Warman sebagai perwakilan dari Kemendikbudristek menyebutkan, kegiatan ini berjalan dengan hikmat sejak awal mereka mengikuti. Dan diharapkannya, kegiatan spritual seperti ini tetap terlestari serta menjadi inspirasi untuk kebersamaan ditengah masyarakat. Selain menjelaskan bahwa Laroma ini sudah terdaftar di kementerian.
Pamong Budaya ini juga menuturkan, bahwa ini bagian dari rangkayan ruwatan nusantara dikarenakan Indonesia mendapat kesempatan menjadi tuan rumah dalam event besar yaitu G20. Makanya, dia juga memohon masyarakat pada umumnya untuk mendoakan supaya kegiatan ini boleh selesai dengan baik.
Iswan Sual, sebagai ketua umum Laroma menjelaskan ritual kemi’is indo’ong artinya membersihkan desa. Ritus ini dianggap penting dilakukan karena menurut para penghayat, ada yang tidak seimbang dalam semesta yang disebabkan oleh ulah manusia. Misalnya, terjadinya banyak wabah penyakit, terlalu banyak kecelakaan yang tidak wajar. Maka dari itu penting untuk diadakan ritus yang kalu dalam istilah populer disebut upacara menolak bala.
“Simbol dalam ritus ini yang paling utama bukan pembersihan situs saja, Tetapi pembersihan tubuh kita yang bermasalah karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, melawan alam, bahkan tidak sesuai dengan ajaran dan kepercayaan baik untuk dipegang,” jelas bapak 1 orang anak ini.
Selain menggelar ritus kemiis indo’ong, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan endo mareng lungus e apo’ atau peringatan kematian dari beberapa leluhur. Dijelaskan Sual, ini penting dikarenakan bagian dari mengenang karya-karya serta hal semasa menjadi manusia. Makanya disebut leluhur dikarenakan semasa hidup membawa kualitas hidup yang luhur.
Selain tim dari Kemendikbudristek, ada juga perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) yang diwakili oleh Roy Kumaat dan Toni Mandak, Pemerintah Kabupaten Minahasa lewat Dinas Pariwisata juga turut serta dan Kabid Kebudayaan bersama tim.
Selain itu, ada juga beberapa undangan organisasi dan perongan yang turut memeriahkan jalannya acara ini.(yanli/pid)