Minahasa, PALAKAT.id – Minawanua dan Danau Tondano sekali lagi menjadi saksi pertemuan warga lintas keyakinan.
Upaya membangun toleransi dan kerukunan di tingkat bawah di Sulawesi Utara itu digelar di salah satu rumah makan yang tak jauh dari Benteng Moraya pada Sabtu (22/10/2022).
Kegiatan ini boleh terselenggara berkat upaya dan kerja serius dari umat beragama Baha’i yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka.
Puluhan insan perwakilan dari umat Islam Ahmadiyah, Hindu, Yahudi, Kristen, Buddha, Baha’i dan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Lalang Rondor Malesung (Laroma) turut berdoa dan duduk bersama serta berdialog dengan tema: Bekerja untuk perbaikan dunia dan hidup dalam kerukunan dan keselarasan.
Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, M.Th yang juga hadir sebagai peserta menuturkan bahwa perjumpaan komunitas-komunitas lintas iman dan berbagai denominasi itu patut dirayakan karena punya sumbangsih untuk merajut kebersamaan.
“Perjumpaan komunitas-komunitas lintas iman dan berbagai denominasi itu patut dirayakan. Karena hal itu lahir dari kesadaran bersama masyarakat akar rumput untuk merajut kebersamaan dalam keragaman serta dialog yang jujur, terbuka dan genuine, dan terbuka sebagai gaya hidup sehari-hari,” urai dosen UKIT ini.
Peserta utusan umat Ahmadiyah, Maulana Hafis Mutu memiliki kesan bahwa program tersebut telah menghadirkan kesejukan karena peserta bisa berbagi, berbaur, bertoleransi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yaitu duduk dan diskusi bersama membicarakan setiap permasalahan dan perbaikan akhlak.
“Hal ini tidak mudah kita lakukan. Cinta untuk semua orang dan tidak ada benci untuk siapapun. Ini upaya yang perlu ditiru dan bisa menjadi budaya yang baik sebagai bagian dari upaya memoderasi cara pandang umat beragama supaya kita menjadi lebih moderat dan toleran,” ujar pria ini bersemangat.
DR. Denni Pinontoan, M.Th menyampaikan bahwa dirinya terkesan dengan kegiatan dialog antar iman yang terdiri dari dua sesi tersebut yang mendiskusikan nilai-nilai etik-moral religius dalam rangka untuk menemukan suatu spiritualitas bersama bagi kehidupan masyarakat yang lebih baik.
”Sangat baik sekali, karena masing2 orang yang berbeda-beda agama dan aliran agama, kepercayaan dan tradisi diajak untuk memberi perhatian pada upaya untuk membangun kehidupan bersama. Ternyata, jika umat yang berbeda-beda agama duduk bersama dengan suatu perhatian bersama, yaitu tentang kehidupan bersama maka akan ditemukan nilai2 bersama dari masing2 agama yang berbicara tentag hal yang sama, yaitu: kebaikan, kebajikan, dan kearifan,” ungkap teolog dan dosen UKIT dan IAKN Manado ini via Whatsapp.
Iswan Sual yang juga adalah salah satu peserta utusan penganut agama leluhur dari Laroma turut memberikan tanggapannya.
Dikatakannya bahwa mereka merasa bersyukur karena diberi ruang oleh kelompok lain untuk memberikan informasi dan edukasi apa itu penghayat kepercayaan, lebih khusus Malesung.
Sual berharap kegiatan seperti ini bisa berlanjut sehingga upaya moderasi agama demi kerukunan dan toleransi bisa terwujud di Sulawesi Utara.
“Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat ajaran-ajaran leluhur ini kurang mendapat tempat dan ruang. Sehingga masih banyak masyarakat yang tak terinformasi dan cenderung menghakimi kami. Padahal status kami sah di negara ini. Kami bisa ber-KTP, menikah, mendapatkan pendidikan sesuai keyakinan kami. Itu sudah dijamin oleh negara. Makanya terima kasih karena sudah diberi ruang. Semoga program semacam ini ditiru oleh komunitas lain dan berkelanjutan,” ungkap Sekretaris Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Sulawesi Utara ini.
Kegiatan juga didukung oleh Forum Lintas Iman Indonesia (FLII) ini dilaksanakan sehari penuh pada 22 Oktober 2022 di Rumah Makan Filadelfia Tondano Kabupaten Minahasa dan dihadiri oleh 60 puluhan peserta dari umat Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha dan Penghayat kepercayaan Malesung: Laroma.(isn/pid)