Iswan Sual, Ketua Laroma
Minahasa Selatan, PALAKAT.id – Intoleransi terhadap penghayat kepercayaan melalui aksi pengrusakan rumah pertemuan atau Wale Paliusan Lalang Rondor Malesung (Laroma) yang terjadi di Desa Tondei Dua Jaga II, Kecamatan Motoling Barat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara pada 21 dan 22 Juni 2022 diduga keras karena ada provokasi.
Berdasarkan rangkuman informasi dari warga bahwa sebelum terjadi perusakan terhadap rumah tersebut sudah ada isu-isu yang berkembang untuk membongkar tempat itu.
Ada juga oknum-oknum yang berbicara bahwa kegiatan Laroma terkait pemujaan setan dan berbagai tuduhan negatif lainnya.
Desas desus inilah yang diduga menjadi alasan kuat FS alias Kengki bersama rekan-rekannya melakukan tindakan anarkis pengerusakan rumah penghayat kepercayaan itu.
Itu dibuktikan pasca kejadian brutal itu muncul komentar-komentar dari netizen Facebook yang menyudutkan kegiatan Laroma.
Iswan Sual, Ketua Laroma, ketika dimintai keterangan soal ini dia menyatakan sangat menyesali aksi perusakan terhadap tempat pertemuan itu. Di mana terjadi penghancurkan terhadap atribut organisasi.
“Saya sangat menyesali pengerusakan terhadap Wale Paliusan kami karena oknum pelaku mendasarkan aksinya itu berdasarkan desas desus saja tanpa pernah menyaksikan langsung kegiatan kami. Apalagi, katanya, oknum pelaku menyatakan kalau dia sudah berkonsultasi dengan para rohaniawan sebelum melakukan aksi itu”, tukasnya.
Dia juga menambahkan bahwa selama ini, kegiatan Laroma sangat inklusif yang sudah menghadirkan berbagai orang dari kalangan kepercayaan agama lain bahkan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.
“Keberadaan Laroma pun sudah diketahui oleh pemerintah setempat karena organisasi kami sudah didaftarkan di Kesbangpol Sulut. Kami juga sudah memasukkan berkas-berkas organisasi di pemerintah desa setempat,” tambah Iswan.
Lanjutnya, apabila ada ketidaksenangan dengan aktivitas Laroma, harusnya bukan melakukan tindakan main hakim sendiri.
Menurutnya, lebih baik mengundang pemerintah desa melakukan mediasi untuk lebih memahami keberadaan organisasi mereka.
Dia juga mengimbau dan menegaskan bahwa warga penghayat kepercayaan yang ada dalam Laroma ini tidak terprovokasi dengan aksi pengerusakan yang sudah terjadi.
“Walapun memang dalam aksi brutal itu sudah secara tidak langsung menghina leluhur dan ajaran mereka lewat pengerusakan foto-foto dan tulisan-tulisan ajaran kepercayaan,” pungkasnya.(swd/pid)