Beranda Berita Terkini Pelaku Perusakan Wale Paliusan Laroma Divonis Delapan Bulan Penjara

Pelaku Perusakan Wale Paliusan Laroma Divonis Delapan Bulan Penjara

1083
0

Minahasa Selatan, PALAKAT.id – Terdakwa perusakan Wale Paliusan organisasi penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa Lalang Rondor Malesung (Laroma) dengan Nomor perkara 78/Pid.B/2022/PN Amr atas nama Frengki Sual alias Kengki, divonis Majelis Hakim dengan hukuman penjara selama 8 bulan. Pembacaan putusan ini digelar di Pengadilan Negeri Amurang, Kamis (23/2/2023).

Dalam pembacaan ini, disebutkan bahwa terdakwa Kengki terbukti secara sah melakukan perusakan. Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dengan pasal 406 ayat 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan penjara selama satu tahun.

Diketahui kronologi terjadinya perusakan ini, pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2022, terdakwa Kengki merusak dan menghancurkan bangunan milik dari Selvi Tombuku yang berlokasi di desa Tondei Dua, Jaga II, Kecamatan Motoling Barat yang adalah juga sebagai wale paliusan atau tempat berkumpul Penghayat Kepercayaan Laroma.

Tak puas dengan itu, dia kemudian kembali melanjutkan aksi bejatnya sekira pukul 20.00 wita dengan membakar ban bekas di sekitaran rumah milik korban.

Pelaku kemudian melanjutkan keesokan harinya dikisaran jam 05.00 wita, terdakwa membawa senso (alat pemotong) dan langsung merobohkan pohon kelapa milik korban di area rumah yang telah dihancurkannya sebelumnya.

Adapun dalam putusan ini disebutkan, penasehat hukum dan terdakwa Kengki memberikan surat dukungan dari masyarakat mengenai perbuatannya, namun menurut majelis hakim, cara dan perbuatan terdakwa yang melakukan pengrusakan adalah bentuk yang tidak dibenarkan oleh hukum.

Demikian pula jika terdakwa merasa rumah tempat kejadian perkara miliknya harusnya melakukan upaya gugatan hukum.

Oleh karena perbuatan terdakwa adalah main hakim sendiri, maka menurut hakim tidak dibenarkan bahwa itu adalah perbuatan yang dapat dibenarkan oleh hukum.

Selanjutnya kemudian dibacakan mengenai perusakan bangunan oleh karena adanya aliran kepercayaan Lalang Rondor Malesung.

Majelis hakim berpendapat, keberadaan Laroma tersebut telah sesuai dengan implementasi keputusan Mahkama Konstitusi nomor 97 PUU-XIV/2016 yang menyatakan kata “agama” dalam pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”.

Yang dibacakannya artinya, Penganut Kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk-pemeluk enam agama yang telah diakui oleh negara.

Terakhir, majelis hakim berpendapat, pidana yang dijatuhkan kepadanya sudah dianggap setimpal dengan perbuatannya dan diharapkan dapat menyadarkan terdakwa atas perbuatan yang telah dilakukannya dan memberi efek jera bagi masyarakat luas.

Setelah dibacakannya vonis 8 bulan penjara, Majelis Hakim menyebutkan ada hak yang meringankan terdakwa yaitu sebagai tulang punggung keluarga dan terdakwa belum pernah di hukum.

Terhadap putusan ini apabila penuntut umum tidak sependapat dengan majelis hakim dapat mengajukan upaya hukum.

Terdakwa dan penasehat terdakwa juga memiliki hak yang sama dan diberikan waktu 7 hari kedepan untuk memberikan pendapat atau sikap dalam putusan ini.(nli)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini